Selasa, 03 Desember 2013

Tauhid Uluhiyah, Inti Dakwah Para Rasul

(Buletin Dakwah Jumat AS-SUNNAH Ed.9)
Pendahuluan
Setelah membahas Tauhid Rububiyah pada edisi yang lalu, maka kali ini insyaAllah kami akan membahas tentang Tauhid Uluhiyah, karena begitu pentingnya perkara ini dan tauhid inilah yang menjadi inti dakwah para Rasul namun masih banyak orang yang belum memahaminya.
Perlu kami terangkan disini bahwa pembagian tauhid menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa Shifat, bukanlah perkara yang baru dalam agama atau bid’ah. Ada banyak perkara yang tidak ada pembagiannya di masa Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam namun kemudian dibagi oleh para ulama untuk menjelaskan apa yang telah ada di dalam al-Quran dan as-Sunnah, dan untuk memudahkan para penuntut ilmu dalam memahami keduanya. Seperti dalam masalah fikih para ulama menyebutkan syarat sahnya shalat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan pembatal-pembatalnya, padahal pembagian ini tidak ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah perkara ini bid’ah? Tentu saja bukan. Mereka tidak menambah sesuatu yang baru dan tidak pula mengingkari apa yang ada dalam agama ini. Semua itu dilakukan hanya sekadar wasilah untuk memudahkan orang memahami agama Islam.


Pengertian Tauhid Uluhiyah
Para ulama mendefinisikan Tauhid Uluhiyah dengan ungkapan yang bermacam-macam, namun pada hakikatnya ungkapan-ungkapan itu memiliki pengertian yang sama. Dan di antara pengertian Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah Subhaanahu wa ta’ala dalam seluruh jenis peribadatan, baik berbentuk perkataan atau perbuatan, yang nampak atau yang tersembunyi, dan tidak mempersembahkan peribadatan tersebut sedikitpun kepada selain Allah azza wa jalla.

Dalil-Dalil Tauhid Uluhiyah
Banyak sekali dalil dari al-Quran yang menunjukkan kewajiban mentauhidkan Allah dalam peribadatan, dan metode yang digunakan pun bermacam-macam. Diantaranya ialah sebagai berikut:
1. Kadang dalam bentuk perintah secara langsung. Seperti firman Allah yang artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (QS an-Nisaa: 36)
2. Kadang dengan menjelaskan alasan diciptakannya jin dan manusia. Seperti firman Allah yang artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyaat: 56)
3. Kadang dengan menerangkan tujuan diutusnya para Rasul. Seperti firman Allah yang artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Sembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. al-Anbiyaa: 25)
4. Kadang dengan menerangkan tujuan diturunkannya kitab-kitab. Seperti firman Allah yang artinya: “Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Sembahan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.” (QS. an-Nahl: 2)
5. Kadang dengan memberi peringatan kepada orang yang menyelisihinya. Seperti firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka Allah mengharamkan surga baginya, dan tempat kembalinya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. al-Maa’idah: 72)
6. Kadang dengan menyebutkan pahala didunia dan akhirat bagi yang merealisasikannya. Seperti firman Allah yang artinya : “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-An’aam: 82)
7. Kadang dengan mengancam akan menghukum orang yang meninggalkannya. Seperti firman Allah yang artinya: “Dan janganlah kamu mengadakan sembahan lain selain Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).” (QS. al-Israa: 39)

Adapun dalil dari as-Sunnah, ia juga menggunakan metode yang bermacam-macam. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz: “Ya Mu’adz, apakah engkau mengetahui apa hak Allah yang harus ditunaikan oleh hamba-hamba-Nya?” Mu’adz menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui,” Nabi bersabda: “Hak Allah yang harus ditunaikan oleh hamba-hamba-Nya ialah disembah dan tidak disekutukan dengan apapun.” (HR. al-Bukhari 6938)
2. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa mati dalam keadaan beribadah kepada selain Allah, ia masuk neraka.” (HR. Bukhari 4227)
3. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak berbuat syirik, maka ia akan masuk surga. Dan barangsiapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan berbuat syirik, maka ia akan masuk neraka.” (HR. Muslim 280)
Dan masih banyak lagi ayat Quran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini.

Keutamaan dan Pentingnya Tauhid Uluhiyah
Dengan melihat dali-dalil di atas dan selainnya yang berkenaan denngan Tauhid Uluhiyah, tidak ada keraguan lagi bahwa Tauhid Uluhiyah adalah pokok yang paling penting dan utama untuk kemaslahatan hidup manusia. Hal ini karena bebarapa alasan, di antaranya:
1. Tauhid Uluhiyah adalah tujuan diciptakannya jin dan manusia.
2. Tauhid Uluhiyah adalah alasan diutusnya para Rasul.
3. Tauhid Uluhiyah adalah alasan ditetapkannya syariat.
4. Tauhid Uluhiyah adalah hak Allah azza wa jalla.
5. Tauhid Uluhiyah merupakan sebab orang masuk surga.
6. Tauhid Uluhiyah membebaskan orang dari penghambaan kepada sesama makhluk.

Inti Dakwah Para Rasul Adalah Tauhid Uluhiyah
Telah kita bahas bahwa musyrikin Arab di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakui Tauhid Rububiyah namun hal itu tidak menjadikan mereka masuk ke dalam Islam. Allah tetap menghukumi mereka sebagai orang musyrik dan kafir ketika mereka tidak mau merealisasikan konsekuensi Tauhid Rububiyah, yaitu mengesakan Allah dalam peribadatan.
Inilah sesungguhnya inti dakwah para rasul, dari yang pertama sampai yang terakhir. Yaitu, mentauhidkan Allah dalam peribadatan, Tauhid Uluhiyah. Allah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An-Nahl: 36) “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiyaa: 25)
Oleh karena itu mereka menjadikan Tauhid Uluhiyah sebagai seruan pertama mereka kepada manusia. Sebagaimana perkataan Nuh, Hud, Shaleh, dan Syu’aib ‘alaihimushalatu wa salaam kepada kaumnya: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan (yang hak) bagimu selain-Nya.” (QS. Al-A’raaf: 59, 65, 73, 85) “Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya.” (QS. al-‘Ankabuut: 16)
Dengan perkara ini pula Allah memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman yang artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. az-Zumar: 11) Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi ‘laa Ilaaha Illallah’ (sesungguhnya tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah) dan ‘Muhammad Rasulullah’ (sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah).” (HR. Bukhari 25)

Bentuk-Bentuk Penyimpangan Pada Tauhid Uluhiyah
Banyak sekali orang yang menentang Tauhid Uluhiyah, bahkan mayoritas kaum para Rasul menolak seruan ini. Dan dengan sebab inilah terjadi perseteruan antara para Rasul dan kaum-kaum mereka. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Nuh ‘alaihi salaam yang artinya: “Dan mereka berkata: “Jangan kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr!” (QS. Nuh: 23) Tentang kaum kafir Quraisy: “Mengapa ia menjadikan sembahan-sembahan itu hanya satu sembahan saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): “Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, perkara ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.” (QS. Shaad: 4-7) Masih banyak lagi ayat Quran yang menunjukkan hal ini.
Bentuk-bentuk penyimpangan terhadap Tauhid Uluhiyah bermacam-macam, namun secara umum dapat disimpulkan menjadi tiga:
1. Mempersembahkan peribadatan kepada selain Allah. Perbuatan ini akan menghilangkan Tauhid Uluhiyah pada seseorang secara total.
2. Beribadah kepada Allah dengan tata cara yang diada-adakan. Perbuatan ini menghilangkan kesempurnaan yang wajib dalam Tauhid Uluhiyah.
3. Melakukan perbuatan kedurhakaan kepada Allah. Perbuatan ini merupakan cacat dan mengurangi pahala Tauhid Uluhiyah pada seseorang.

Penutup
Demikianlah beberapa perkara yang bisa kami bawakan berkenaan dengan Tauhid Uluhiyah, mudah-mudahan bermanfaat dan semoga kita menjadi orang yang memahaminya dengan benar dan selamat dari segala bentuk penyimpangannya.

Sumber
‘Aqidah Tauhid, DR. Shalih bin Fauzan, Tauhid Uluhiyah, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Bayanu ‘Aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah wa Luzuumu Ittiba’uha, Sa’id bin Wahf al-Qahtani, Ushul Iman fii Dhau al-Kitab wa as-Sunnah, Nukhbatun minal Ulama, Syarh Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah, Ibnu ‘Utsaimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman