Jumat, 13 Desember 2013
Kamis, 12 Desember 2013
Adab Yang Benar Tentang Niat
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Ada dua orang melakukan shalat, orang yang pertama meraih keridhaan Allah Azza wa Jalla sehingga dosa-dosanya gugur, sedangkan orang yang kedua mendapatkan kecelakaan dan kemurkaan Allah Azza wa Jalla karena nifak dan riyâ’nya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan keutamaan shalat yang menggugurkan dosa-dosa karena dilakukan dengan ikhlas dan sempurna. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
Tidak ada seorang muslim yang kedatangan (waktu) shalat wajib, lalu dia melakukan shalat wajib itu dengan menyempurnakan wudhu’nya, khusyu’nya dan ruku’nya, kecuali shalat itu merupakan penghapus dosa-dosa sebelumnya, selama dia tidak melakukan dosa besar. Dan itu untuk seluruh waktu. [HR. Muslim, no. 228]
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Ada dua orang melakukan shalat, orang yang pertama meraih keridhaan Allah Azza wa Jalla sehingga dosa-dosanya gugur, sedangkan orang yang kedua mendapatkan kecelakaan dan kemurkaan Allah Azza wa Jalla karena nifak dan riyâ’nya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan keutamaan shalat yang menggugurkan dosa-dosa karena dilakukan dengan ikhlas dan sempurna. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
Tidak ada seorang muslim yang kedatangan (waktu) shalat wajib, lalu dia melakukan shalat wajib itu dengan menyempurnakan wudhu’nya, khusyu’nya dan ruku’nya, kecuali shalat itu merupakan penghapus dosa-dosa sebelumnya, selama dia tidak melakukan dosa besar. Dan itu untuk seluruh waktu. [HR. Muslim, no. 228]
Rabu, 11 Desember 2013
Sudah Benarkah Cara Wudhu Kita?
Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Sabtu, 07 Desember 2013
Bagaimanakah Cara Bertawasul Dengan Benar?
Pembaca muslimah yang semoga dirahmati Allah, tawassul adalah
mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya,
beribadah kepada-Nya, mengikuti petunjuk Rasul-Nya dan mengamalkan
seluruh amalan yang dicintai dan di ridhai-Nya, lebih jelasnya adalah
kita melakukan suatu ibadah dengan maksud mendapatkan keridhaan Allah
dan surga-Nya. Tentu saja ini merupakan bentuk ibadah kepada Allah yang
sering kali kita lakukan dalam kehidupan kita namun perlu diketahui
bahwa tidak sedikit pula orang yang terjerumus kedalam tawassul yang itu
sama sekali tidak di syari’atkan di dalam agama Islam. Ada sebagian
orang yang mentakwil hadits-hadits tentang tawassul dengan berdasarkan
akal pemikiran dan hawa nafsu belaka. Sehingga muncullah berbagai bentuk
tawassul yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam
bahkan merupakan kesyirikan yang besar.
Selasa, 03 Desember 2013
Makna Tauhid
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu
(dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu
saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak
tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu
selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya”
(Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
Tauhid Uluhiyah, Inti Dakwah Para Rasul
(Buletin Dakwah Jumat AS-SUNNAH Ed.9)
Pendahuluan
Setelah membahas Tauhid Rububiyah pada edisi yang lalu, maka kali ini insyaAllah kami akan membahas tentang Tauhid Uluhiyah, karena begitu pentingnya perkara ini dan tauhid inilah yang menjadi inti dakwah para Rasul namun masih banyak orang yang belum memahaminya.
Perlu kami terangkan disini bahwa pembagian tauhid menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa Shifat, bukanlah perkara yang baru dalam agama atau bid’ah. Ada banyak perkara yang tidak ada pembagiannya di masa Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam namun kemudian dibagi oleh para ulama untuk menjelaskan apa yang telah ada di dalam al-Quran dan as-Sunnah, dan untuk memudahkan para penuntut ilmu dalam memahami keduanya. Seperti dalam masalah fikih para ulama menyebutkan syarat sahnya shalat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan pembatal-pembatalnya, padahal pembagian ini tidak ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah perkara ini bid’ah? Tentu saja bukan. Mereka tidak menambah sesuatu yang baru dan tidak pula mengingkari apa yang ada dalam agama ini. Semua itu dilakukan hanya sekadar wasilah untuk memudahkan orang memahami agama Islam.
Pendahuluan
Setelah membahas Tauhid Rububiyah pada edisi yang lalu, maka kali ini insyaAllah kami akan membahas tentang Tauhid Uluhiyah, karena begitu pentingnya perkara ini dan tauhid inilah yang menjadi inti dakwah para Rasul namun masih banyak orang yang belum memahaminya.
Perlu kami terangkan disini bahwa pembagian tauhid menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa Shifat, bukanlah perkara yang baru dalam agama atau bid’ah. Ada banyak perkara yang tidak ada pembagiannya di masa Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam namun kemudian dibagi oleh para ulama untuk menjelaskan apa yang telah ada di dalam al-Quran dan as-Sunnah, dan untuk memudahkan para penuntut ilmu dalam memahami keduanya. Seperti dalam masalah fikih para ulama menyebutkan syarat sahnya shalat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan pembatal-pembatalnya, padahal pembagian ini tidak ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah perkara ini bid’ah? Tentu saja bukan. Mereka tidak menambah sesuatu yang baru dan tidak pula mengingkari apa yang ada dalam agama ini. Semua itu dilakukan hanya sekadar wasilah untuk memudahkan orang memahami agama Islam.
Senin, 02 Desember 2013
PENTINGNYA TAUHID ASMA’ DAN SIFAT
PENTINGNYA TAUHID ASMA’ DAN SIFAT
Oleh
Dr. Muhammad bin Khalifah At Tamimi
Sesungguhnya, termasuk yang penting bagi seorang pencari kebenaran, sebelum mempelajari sisi-sisi tauhid yang rinci dan mendetail dari Asma’ dan Sifat, hendaklah ia mengerti pentingnya tauhid ini, kedudukan, peranannya secara khusus dan dalam seluruh sisi agama ini secara umum.
Oleh
Dr. Muhammad bin Khalifah At Tamimi
Sesungguhnya, termasuk yang penting bagi seorang pencari kebenaran, sebelum mempelajari sisi-sisi tauhid yang rinci dan mendetail dari Asma’ dan Sifat, hendaklah ia mengerti pentingnya tauhid ini, kedudukan, peranannya secara khusus dan dalam seluruh sisi agama ini secara umum.
Sabtu, 30 November 2013
Syarah Hadits Niat
عن أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .(متفق عليه).
Dari Amirul mukminin Umar bin Al Khoththob radliyallahu ‘anhu ia berkata, Rosulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ”Sesungguhnya amal itu dengan niat, dan sesungguhnya seseorang mendapatkan apa yang ia niatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan RosulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RosulNya dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia yang ia cari atau wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya sesuai dengan tujuannya “. (Muttafaq ‘alaih).
Langganan:
Postingan (Atom)